Senin, 17 September 2012

Opini : Sang Eksekutor

. Senin, 17 September 2012

Tak sering-sering saya menyaksikan langsung gaya permainan bola kangmas Samanhudi Anwar di lapangan hijau. Bukan lantaran saya tidak tergolong penggila bola, sungguh bukan itu. Jujur saja, sedari kecil saya sudah terbiasa menendang bola di tengah lapangan. Lulus SMA berhenti menggeluti hobbi satu ini karena tulang lutut kanan saya bermasalah. Oleh pelatih, saya divonis tidak mungkin bisa berkarier di dunia sepak bola. Andai tidak cacat lalu kemudian “kesasar” jadi wartawan, bukan tidak mungkin nama saya masuk dalam skuad inti tim nasional (he he he …). Tapi sudahlah, saya tidak menyesal pensiun dini dari pesepakbola nasional.
    Terakhir saya melihat kangmas Samanhudi nendang bola ketika malam peresmian lapangan futsal Moreno 2 di Ngunut, Tulungagung, beberapa bulan lalu. Saya lantas membuat catatan kecil tentang itu dan sekarang ijinkanlah menyampaikannya pada sampeyan semua.
    Begitu memasuki kerangkeng lapangan futsal, tak menampak Samanhudi Anwar sebagai orang nomer satu di Kota Blitar. Wuuus… hilang gambaran itu. Yang terlihat hanyalah seorang pemain bola yang penuh semangat, berambisi menjebol gawang lawan, pengatur irama permainan nan handal dan memiliki skill yang …… lumayan.
    Gocekan kaki dalam mengolah bola sebenarnya tidak istimewa banget. Maklum, lapangan futsal tidak seluas stadion bola. Permainan individu tidak begitu diutamakan. Dalam olahraga futsal, operan-operan pendek dan cepat lebih sering diperagakan. Untuk itu team work yang solid menjadi keharusan dan mutlak diwujudkan bila ingin meraih kemenangan. Barangkali, karena yang bermain adalah walikota, anggota tim lainnya merasa ewuh pakewuh menggiring bola sendirian terlalu lama. Bola selalu mengarah kepada kangmas Samanhudi. Dan nampaknya, dialah eksekutor utama dalam menjebol gawang lawan.
    Saya lihat, bola berakhir masuk atau tidak, tendangan Samanhudi ini selalu keras. Baik kaki kanan atau kiri kualitasnya sama. Samanhudi bukan tipikal pemain yang suka membuang waktu. Begitu ada peluang, bola dari kakinya menderas lurus ke gawang lawan dan ……. goool !!
    Sebagai sesama wong etanan, saya sangat memahami karakternya. Saya asli arek Suroboyo sementara kangmas Samanhudi Anwar berdarah Madura. Wong etanan itu kurang menyukai basa-basi. Bicaranya ceplas ceplos apa adanya. Apa yang keluar dari bibir, niscaya itu pulalah yang tersimpan di hatinya. Dalam pembawaan dan tutur kata sehari-hari, wong etanan terkesan kasar. Tapi percayalah, kelembutan hatinya bak pualam.
    Begitu dalam bermain bola, pun pula di bidang pemerintahan daerah. Sebagai kapten di jajaran birokrasi Pemerintah Kota Blitar, Samanhudi Anwar piawai mengelola jalannya pemerintahan. Tidak ada yang luput dari perhatiannya. Mulai hal terkecil seperti absensi para PNS sampai rencana pembangunan Rusunawa atau pelayanan RS. Mardi Waluyo. Tegas pada aturan, itulah prinsipnya. Jika terdapat pegawai Pemkot Blitar yang bandel, maka Samanhudi tak segan-segan "menendang". Bahkan, diawal kepemimpinannya, saya mendengar banyak PNS yang nggerundel dengan gayanya. 
     Keras pada pegawai, namun amat welas asih terhadap rakyatnya. Implementasi sikap cinta dan kasihnya pada rakyat ditunjukkan melalui slogan APBD Pro Rakyat. Bisa kita lihat, berbagai program pembangunan Kota Blitar senantiasa mengarah pada keberpihakan terhadap rakyat. Sekolah gratis 12 tahun, misalnya, bukan saja soal biaya pendaftaran, namun juga beberapa bantuan peralatan sekolah diberikan kepada siswa. Peraturan lokal yang mewajibkan kelulusan siswa yang ingin naik ke jenjang berikutnya harus mampu membaca Al Quran (bagi yang beragama Islam) bukan tanpa tujuan. Samanhudi Anwar ingin agar kelak anak-anak muda Kota Blitar bukan hanya pintar di bidang akademis, tapi juga menjadi manusia yang memiliki akhlak agamis. 
    Seorang paranormal sahabat saya, Ki Ageng Dancuk Pamungkas pernah mengatakan, filosofi olahraga sepakbola dan futsal tidak melulu mengandalkan olah tubuh semata, tapi juga olah batin. Sepakbola adalah perjalanan menata hati untuk tidak mengedepankan diri sendiri. Harus rela dan legawa memberi kesempatan pada orang lain untuk sukses jika memang kesempatan tersebut terbentang luas buatnya.  Wuuih.. Menurutnya, untuk bisa menciptakan tim yang benar-benar solid, dibutuhkan hubungan batin antar sesama pemain. Satu rasa, satu ide dan satu misi. Saya heran, kok tumben-tumbennya paranormal yang dancukan ini ngomong soal bola segala.
    Saya pikir ada benarnya juga. Tetapi itu tidak hanya berlaku di cabang nendang menendang bola saja. Dalam hal kegiatan apapun yang melibatkan lebih dari satu orang, tentu memerlukan kesatuan visi dan misi. Dan nampaknya, inilah yang tidak terlihat pada tim futsal kangmas Samanhudi Anwar berikut jajaran pejabat birokrasi di Pemkot Blitar.
     Semua aliran bola selalu bermuara di kaki Samanhudi sebelum disarangkan ke jala gawang lawan. Ini berbahaya karena pihak lawan mudah membaca gerakan sistematis model begini. Akan ada dua solusi pihak lawan, yakni pertama menghambat gerakan Samanhudi (karena dia juga sang jendral lapangan) dan kedua merapatkan barisan di garis pertahanan. Sering-sering, justru opsi kedualah yang dipilih lawannya. Barangkali karena itu tadi, melihat yang bermain adalah bapak walikota. Siapa sih orangnya yang berani mentackle walikota? Jadilah permainan yang jauh dari fair play. Nggak enak ditonton deh.
    Pada Pemerintah Kota Blitar begitu pula. Semua persoalan, besar atau kecil kangmas Samanhudi seringkali turun tangan sendiri. Pendelegasian dilakukan hanya jika orang nomer satu di Kota Blitar ini tidak berada di tempat. Sebenarnya sih baik baik saja untuk memastikan tuntas tidaknya suatu pekerjaan. Tetapi langkah ini amat sangat tidak mendidik, Akan tercipta kondisi menggantungkan kebijakan dari pucuk pimpinan padahal bisa diselesaikan pada level bawah. Figur sentris macam begini sangat tidak efektif dan malah menambah beban kerja pimpinan.
    Sungguh saya tidak bermaksud skeptis dengan mekanisme kerja jajaran Pemkot Blitar. Hanya saja, saya melihat (semoga saja salah) ketaatan jajaran level bawah pada pimpinan bukan karena segan atau takut menyalahi aturan, namun lebih pada takut kehilangan pekerjaan, sekurang-kurangnya jabatan. Lihat saja ketika bulan-bulan awal gerbong mutasi pegawai bergerak. Nyaris seluruh PNS di Kota Blitar was-was, terutama pejabat level kepala bagian, kepala dinas dan kepala badan. Tapi jika sampeyan tanya, dipastikan mereka menjawab dengan santai.
    “Bagi saya ditempatkan dimanapun ndak ada masalah. Sebagai abdi negara kita terikat dengan sumpah pegawai,” Nah, lo !
    Cara kepemimpinan Samanhudi Anwar lugas, tegas serta tak bisa ditawar-tawar. Sebagaimana permainan bolanya di lapangan hijau. Ia adalah sang eksekutor utama(***).

Penulis Didik Lantoro adalah aktivis pers dan berdomisili di Kota Blitar

0 komentar:

Posting Komentar

BERITA YANG BANYAK DIBACA

  © TABLOID MAHKOTA ..Redaksi ..Dan Jl. Kedondong 174 Blitar Jawa Timur

Ke : HALAMAN UTAMA